HEADLINE NEWS

Kamis, 05 Mei 2011

MK Tolak Pengujian UU TNI

Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak pengujian UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang dimohonkan Mohammad Riyadi Setyarto dan Rasma. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK Moh Mahfud MD saat sidang pleno putusan di Gedung MK Jakarta, Rabu (04/5).
Setyarto dan Rasma yang sebelumnya pernah berprofesi sebagai nelayan menguji Pasal 3 ayat (2), Pasal 15 ayat (7), (8), (9), Pasal 66 ayat (2), Pasal 67, dan Pasal 68 ayat (2) UU TNI. Pasal-pasal itu intinya mengatur setiap tugas Panglima TNI dikoordinasikan dengan Menhan untuk menyusun kebijakan pertahanan negara.
Pemohon menilai keberadaan TNI di bawah Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dituding sebagai penyebab terjadinya pelanggaran batas wilayah atau pencurian hasil bumi di daerah perbatasan. Karena itu, pemohon meminta agar TNI dikembalikan posisinya di bawah Presiden. Sebab, posisi TNI di bawah Kemenhan menyebabkan keamanan dan perlindungan warga negara, termasuk diri pemohon, menjadi berkurang. Karena itu, pasal-pasal itu dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan pasal-pasal yang dimohonkan mengatur tata hubungan organisasi Kemenhan-TNI yang merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) dari pembentuk Undang-Undang. Pengaturan itu meletakkan manajemen tentang dukungan administrasi pertahanan negara kepada Kemenhan yang juga unit organisasi yang secara langsung membantu pelaksanaan tugas-tugas Presiden.
“Keberadaan Kemenhan merupakan kementerian yang secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 yang secara konstitusional berkaitanya dengan TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UUD 1945. Sebab, kedua unit organisasi pemerintahan itu sama-sama mempunyai tugas pokok di bidang pertahanan, utamanya kedaulatan negara,” tutur hakim konstitusi, Muhammad Alim.
Mahkamah menilai dalil pemohon bahwa TNI harus berada langsung di bawah Presiden tidak beralasan. Menurutnya, adanya hubungan Kemenhan-TNI itu tidak mengurangi efektivitas peran dan fungsi pokok TNI karena Kemenhan hanya mengurusi soal-soal dukungan administrasi terhadap TNI. Sementara efektivitas peran dan fungsi substansinya tetap berada di bawah komando Presiden.
Bahkan, panglima tertinggi dalam pengerahan TNI untuk operasi tempur langsung dipegang oleh Presiden. Lebih dari itu penetapan panglima TNI harus dengan pertimbangan DPR dan pernyataan perang harus dengan persetujuan DPR.
Tudingan terjadinya pelanggaran kedaulatan negara berupa pencurian ikan, pencurian kayu, pencurian sumber daya alam lainnya, pendudukan pulau-pulau terluar oleh negara asing disebabkan oleh berlakunya pasal-pasal yang diuji dinilai tidak tepat. Sebab, tidak ada hubungan kausalitas. “Itu hanya bersifat co-accident saja, tidak ada bukti, dan hanya berdasarkan asumsi para Pemohon belaka. Dengan demikian dalil para pemohon itu tidak beralasan Hukum,” kata Alim.